(Sebuah
Adaptasi dari Cerpen Karya Nyoman Rasta Sindhu)
Babak 1
Latar : Halaman Rumah
Gung Gde Lila (Pagi Hari)
Tokoh : Made Otar
Seorang Lelaki Tua
Suatu hari yang terik di kota Denpasar, datanglah
seorang lelaki paruh baya menuju sebuah rumah sembari terpogoh-pogoh…
Made Otar : Om Swastyastu
(sembari mengetuk pintu gerbang khas bali)
Lelaki Tua :
Om Swastyastu, wenten napi nggih? (sembari membukakan pintu)
Made Otar :
Apakah Tu Nak Agung ada? (sembari sedikit menunduk)
Lelaki Tua :
Wenten pak, ada perlu apa nggih?
Made Otar : Niki pak, saya Made
Otar… Saya diutus oleh keluarga di Puri
untuk mengajak Tu Nak Agung pulang ke Puri...
Lelaki Tua : Oh nggih… Sebentar saya panggilkan…
silahkan duduk di bale
bengong di sana.. (sembari menunjuk arah bale bengong)
Seketika Seorang
Lelaki Tua masuk ke dalam rumah menemui Gung Gde Lila….
Babak 2
Latar : Ruang Tamu
Gung Gde Lila (Pagi Hari)
Tokoh : Gung Gde Lila
Seorang Lelaki Tua
Lelaki Tua : Permisi Tuan (sembari memberi
penghormatan. Maaf menggangu, ada tamu yang ingin mencari
Tuan…. Gung Gde Lila:
Siapa yang mencari saya di pagi-pagi begini? Menggangu waktu sarapanku saja… Huft (sembari
memegang Koran dan menggerutu)
Lelaki Tua : Begini Tuan, katanya dia merupakan utusan
puri… Hmmmm (sembari sedikit mengingat sesuatu) kalau tidak salah namanya Made Otar….
Gung Gde Lila : Made Otar???! Ada apa gerangan ia datang kemari??!! (Sembari terkejut dan sedikit bingung) Suruh dia masuk… (sembari menggerakkan
tangan)
Lelaki Tua : Baik Tuan…. (sembari berjalan mundur
menuju pintu)
Babak 3
Latar : Halaman Rumah
Gung Gde Lila (Pagi Hari)
Tokoh : Made Otar
Seorang Lelaki Tua
Lelaki Tua : Bapak silahkan masuk ke dalam, Tuan Gung
De Lila sudah menunggu di dalam. Mari masuk…
Made Otar : Baiklah… (sembari mengikuti
Seorang Lelaki Tua tersebut masuk ke dalam rumah)
Babak 4
Latar : Ruang Tamu
Gung Gde Lila (Pagi Hari)
Tokoh : Gung Gde Lila
Made Otar
Seorang
Lelaki Tua
Lelaki Tua :
Ini tuan tamunya.. (sembari menunjuk Made Otar)
Gung
Gde Lila : Oh ya… Silahkan duduk
Paman Otar… (sembari menyilahkan duduk) pak, tolong
buatkan minuman, kemudian urus babi-babi yang merusak kebun pisang saya…
Lelaki Tua : Inggih Tuan….
(sembari menyembah)
Made
Otar : (sembari duduk
di lantai)
Gung
Gde Lila : Bagaimana Paman Otar
kabarnya? Gerangan apa yang membawa Paman berkunjung ke rumah saya?
Made
Otar : Kabar saya baik…
Namunnn… Hmmm… (agak sedikit bingung) Maaf sebelumnya jikalau saya sedikit lancang dalam berkata.. Taapiii Pulanglah ke Puri Tu Nak
Agung… (sembari menatap penuh arti kepada Gung Gde Lila kemudian menunduk)
Lelaki Tua : (sembari menaruh minuman
lalu pergi meninggalkan ruangan)
Made
Otar : Bagaimanapun juga
beliau adalah Ajin Tu Nak Agung pula Lupakanlah segala yang telah lalu…. (sedikit tersendat)
Gung
Gde Lila : (sembari acuh tak
acuh dan terpaku melihat ke luar jendela rumah)
Made
Otar : Tu Nak Agung…. Tiga
hari lagi beliau akan dipelebonkan… Dan tahukah Tu Nak Agung…. (sembari
menghela nafas) Bahwa ketika beliau menghembuskan nafas terakhir.. Beliau terus menerus memanggil nama Tu Nak Agung… Sungguh itu sungguh! (sembari meyakinkan
Tu Nak Agung) Saya sudah cukup lama memarekan di Puri Tu. Saya tahu sifat-sifat
beliau. Beliau adalah orang yang keras,namun sesungghnya beliau cepat
memaafkan orang.
Gung
Gde Lila: (sembari terdiam,
acuh tak acuh dan sembari mencabut cambangnya yang tumbuh tak teratur)
Made
Otar : (sembari
memperbaiki ikatan antong anduknya yang hampir lepas) Dan beliau menyerahkan cincin bermata bangsing itu kepada saya, dan beliau minta agar cincin ini saya
serahkan kepada Tu.. Beliau minta menghendaki agar Tu Nak Agung memakai cincin
ini sebagai pertanda bahwa beliau sesungguhnya telah memaafkan Tu nak Agung
(sembari menunjukkan cincin kepada Tu Nak Agung)
Gung
Gde Lila: (tetap diam membisu
dan acuh tak acuh)
Made
Otar : (Wah Ternyata
Gung Gde Lila masih kekeh terhadap pendiriannya ya-berkata dalam hati) Ya
sudah Tu Nak Agung kalau begitu saya pamit pulang… Permisi (sembari mundur menuju pintu)
Gung
Gde Lila : (tetap diam membisu
dan acuh tak acuh)
Kemudian Gung Lila duduk merenung, ia merasa
benar-benar sendiri. Tidak ada orang lain yang mendampinginya sejak tiga hari
lalu, ketika Made Otar datang ke rumahnya itu. Dan ia merasa sendiri lagi, ketika ia sadar bahkan hari ini adalah hari pelebon ayahnya, seperti
yang telah disampaikan oleh Made Otar. Istrinya masih menangis dalam kamar.
Sejak Made Otar datang, istrinya selalu menyarankan agar ia memaafkan keluarga,
terutama ayahnya. Istrinya mendesaknya agar ia pulang waktu pelebon ayahnya,
akan tetapi Gung Lila masih tetap pada pendirinanya. Malah ia ingat kejadian
tiga tahun lalu, ketika ia melarikan Sulastri, dan bahkan tidak memperoleh
restu lagi dari orang tua dan keluarganya sendiri……
Babak 5
Latar : Bale
Pamancingah Puri (Malam Hari)
Tokoh : Anak Agung Gde
(Ayah Gung Gde Lila)
Gung Gde Lila
Anak
Agung Gde : Kalau kau memilih gadis,
pilihlah gadis yang baik… Jangan pilih gadis macam begitu (sembari memegang tongkat)
Gung Gde
Lila : Hah?! Macam apa pula
maksud ayahanda? (sembari bingung)
Anak
Agung Gde : Ya macam begitu, seperti
istrimu itu! (sembari membentak keras dan menmpar pipi Gung Gde Lila)
Gung Gde
Lila : (sembari menangkis dan
menangis) Bilang terus terang ayah.. Ayah menghendaki seorang menantu dari
Kasta Bangsawan juga kan??!! Bilang terus terang ayah…
Anak
Agung Gde : (sembari terdiam sebentar
kemudian menampakkan wajah emosi dengan
nafas yang turun-naik dan memegang tongkat) Kalau kau mau kawin, kawinlah..
Tapi nama ayah kau sebut-sebut dalam perkawinanmu itu.. Dan apa bila kau telah
kawin nanti, sejak saat itulah kau tak kuanggap lagi sebagai anakku dan
keturunanmu sebagai warihku lagi!! Mengerti!!?? Dan ingat jangan
menginjak lagi Puri ini!!!
Gung Gde
Lila : (sembari tersentak kaget
dan melangkah menuju kori dan berteriak) Ya! saya mengerti, dan saya
akan kawin… Saya sudah siap memikul akibatnya.. Saya tidak akan menginjak lagi
Puri ini!!
Keputusan telah
diambil… Ia melarikan Sulastri, namun ia ingat kini bagaimana perkawinan itu
jadi ricuh pada mulanya. Ketika itu desas-desus tersebar bahwa Gung Lila akan
melarikan Sulastri, keluarga Sulastri sudah bersiap-siap untuk mempertahankan
Sulastri, dan mereka juga sudah mendengar bahwa keluarga besar Puri tidak
merestui perkawinan itu, serta sikap keluarga besar Puri yang kolot membuat
keluarga Sulastri tersinggung..
Babak 6
Latar : Jalan Desa
(Siang Hari)
Tokoh : Nyoman Partha
Nengah Wirya
Nengah Wirya : Man be tawang Gung Lila
melaibin Sulastri?
Nyoman Partha:
Saje to Ngah??!! Nyen wak orin??? (sembari terkejut)
Nengah Wirya : Ae, seken man.. Rage man berita
uli Putu Kapat, Parekan Purine…
Nyoman Partha :
Beh gawat to.. Pedalem keluargane Gurun Gede…
Nengah Wirya :
Ae to be, pedalem ie.. mih lanjut ke carik.. Megae malu?
Nyoman Partha :
Mih.. Ayo nae…
Babak 7
Latar : Ruang Tamu
Rumah Lastri (Sore Hari)
Tokoh : Gurun Gede
(Ayah Lastri)
Sulastri
Gurun Gede:
Lastri, mulai hari ini kau tidak boleh kawin dengan Gung Lila (sembari
duduk memegang pundak Lastri).. kau urungkan saja niat untuk kawin dengan Gung
Gde Lila, kau
kan sudah mendengar keputusan keluarganya bukan? Semua itu
merendahkan derajat
keluarga kita. Kita punya derajat, walau bukan derajat
bangsawan.. Kita punya
derajat, yaitu derajat bangsawan (sembari sedikit geram
dan kesal)
Sulastri : Tapi keputusan itu
bukan keputusan Gung Gde Lila ayah… (sembari mengiba)
Gurun Gede : Ya.. Ya.. Ya… ayah tahu, tapi
akan kau bawa ke mana wajahmu apabila kau kawin dengannya?? Bila ternyata tak
ada seorangpun keluarganya yang bersedia menjenguk dan menyelesaikan
perkawinanmu? (sembari berdiri dan mengacungkan jari)
Sulastri : Tapi ayah??? (sembari
berusaha mengiba)
Gurun Gede : Ssstt.. Sudahlah anakku…
Dengarkanlah perkataanku…
Sulastri : (sembari menangis
pergi meninggalkan ruangan)
Setelah perdebatan itu Sulastri memutuskan untuk menjumpai
Gung Gde Lila di sekolahnya dan melarikan diri waktu itu juga..
Babak 8
Latar : Koridor
Sekolah dan Ruang Kelas (Pagi dan Siang Hari)
Tokoh : Gung Gde Lila
Sulastri
Sulastri : Bli Gung… Maukah kau
memperjuangkan cinta kita?? (sembari memegang tangan Gung Gde Lila)
Gung Gde Lila: Tentu saja Lastri mengapa? Apakah
kau meragukanku? Aku sudah menentang keluargaku, terutama ayahku, bukankah kau
tahu itu Lastri?
Sulastri : Bukan begitu Bli Gung.. Aku sangat percaya
akan ketulusan cintamu.. Hmm Namunnn… Bagaimana kita kan melanjutkan cinta
kita ke jenjang perkawinan jika tembok restu menghadang??
Gung Gde Lila : Lastri sayang… (sembari memegang kepala dan memeluk Lastri) Tenang saja.. Kita pasti akan kawin.. Aku sudah merencanakan pelarian
kita, kita akan kawin lari. Sahabatku Made Sukarya sudah menyiapkan semuanya,
mobil, rumahnya sebagai tempat persembunyian kita untuk sementara waktu sembari
menunggu penyelesaian dari keluarga kita… Apakah kau mau Lastri?
Sulastri : Iya Bli Gung.. Aku kan ikut ke manapun Bli
Gung pergi… Aku cinta padamu Bli Gung (sembari tersenyum)
Gung Gde Lila : Aku juga cinta padamu Lastri, aku ingin bahagia bersamamu… (sembari tersenyum)
Kedua belah pihak keluarga heboh. Pada awalnya masing masing
bersikeras, tidak mau menyelesaikan perkawinan itu antar keluarga. Namun,
akhirnya ketika keluarga Sulastri menerima ancaman dari Sulastri, bahwa apabila
ia didiamkan begitu saja, maka ia akan bunuh diri. Ayahnya yang merasa iba pada
anak satu-satunya itu datang juga ke tempat persembunyiannya itu dan akhirnya
merestui hubungan perkawinan mereka. Perkawinan yang berlangsung tanpa orangpun
yang hadir dari pihak keluarga Puri dan diwakilkan oleh sahabatnya Gung Gde
Lila yaitu Made Sukarya..
Babak 9
Latar : Ruang Tamu
dan Ruang Keluarga Rumah Gung Gde Lila (Pagi Hari)
Tokoh : Gung Gde Lila
Sulastri
Made Otar
Istrinya masih menangis di dalam kamar. Ketika itu datang
Made Otar untuk menyampaikan pesan dari keluarga Puri…
Made Otar : Tu Nak Agung pulanglah ke
Puri Tu Nak Agung… Ajin Tu Nak Agung akan di Pelebon sore nanti.. Maafkalah
Ajin Tu Nak Agung.. Janganlah menaruh dendam pada orang tua sendiri (sembari menatap penuh arti pada Gung Gde Lila)
Gung Gde Lila: (sembari menatap dengan sinis)
Kenapa tidak mereka saja yang datang kemari??!!! Kenapa harus melalui engkau
Paman Otar!!?? Dulu ketika saya kawin.. Mereka bersikeras untuk tidak datang,
dan membuangku dari Puri.. Maka sekarangpun saya tidak akan mau pulang ke Puri
lagi. Sampaikan kata-kata itu! (sembari berdiri dengan geram dan kesal)
Made Otar : (sembari tertunduk dan
mengiba) Ttttaaa… ppppiii… Ggguuunggg Ggddeeee… Ini adalah kesempatan terakhir
bagi Gung Gde untuk menghormati beliau..
Gung Gde Lila: Kan sudah ku bilang Paman Otar..
Sekali tidak mau ya tidak kan mau!! Sebagai seorang Ksatrya pantang
bagiku untuk menarik ucapanku.. Camkan itu paman!! (sembari berdiri dengan geram dan mengacungkan jari ke atas)
Made Otar : Maaf Gung Gde.. Saya hanya
menyampaikan pesan dari keluarga Puri saja… Kalau begitu keputusan Gung Gde
saya akan sampaikan kepada keluarga Puri… Saya permisi dulu kembali ke Puri..
Kembali Gung Gde Lila termangu diam seperti itu. Kini
terbayang di hadapannya, bahwa sebentar lagi apabila matahari sudah condong ke
ufuk barat, upacara pelebon ayahnya dimulai tanpa kehadirannya sebagai putra
satu-satunya.
Gung Gede Lila :
(berbicara dalam hati) sebenarnya aku ingin pulang dan memaafkan ayah..
Tapii.. Keluargaku belumlah memaafkanku.. Mereka hanya menyuruhku untuk pulang
tanpa mengucapkan maaf padaku..
Sembari termangu diam, teringat kembali Gung Gde Lila ketika
anaknya berumur tiga bulan dan harus dibuatkan sekedar upacara tanpa uang
sepeserpun. Karena kemiskinan dan kekurangan yang tak pernah ia bayangkan
sebelumnya. Namun hatinya pantang untuk meminta bantuan kepada keluarganya,
malah keluarganya sering mengejek bila bertemu di muka jalan. Dan demikianlah
hidupnya telah berlangsung dari pinjam sana-sini, dengan sedikit bantuan dari
keluarga Sulastri. Waktu anaknya diupacarai pun telah terjadi kegoncangan jiwa
sperti yang dialami sekarang. Ketika upacara selesai beberapa orang dari
keluarga Sulastri tidak bersedia ikut makan paridan bebantennya, sebagai
pertanda mereka mau merestui perkawinan mereka, walaupun orang tua Sulastri dan
beberapa orang misannya bersikap biasa. Gung Gde Lila merasa tersinggung atas
perlakuan itu, karena sebagai darah bangsawan seharusnya semua orang tanpa
kecuali boleh memakan paridan itu, sebab itu dibuat untuk seorang anak
bangsawan walaupun beribu sudra namun tetap berdarah bangsawan sebab ayahnya
bangsawan.
Babak 10
Latar : Ruang
Keluarga Rumah Gung Gde Lila
Tokoh : Gung Gde Lila
Sulastri
Sedang Istrinya pun selalu ingin pulang ke Puri dan meminta
maaf kepada keluarga Puri dan sebaliknya. Namun… Gung Gde Lila tetap pada
pendiriannya.. Dan Sekarang pun istrinya minta diantar ke Puri..
Sulastri :
Mari kita pulang.. (sembari memohon)
Gung Gde Lila : Pulang ke mana lagi Lastri? Kita
kan sudah berada di rumah… (sembari bingung)
Sulastri :
Ke Puri..
Gung Gde Lila :
Aku bukan keluarga Puri lagi… (sembari duduk di atas kursi)
Sulastri : Tapi beliau ayahmu
sendiri Bli Gung.. Sebentar lagi akan dipelebonkan. Hampir sebagian besar penghuni Kota Denpasar ini akan melihat. Dan bahkan ku dengar juga bahwa upacara ini akan difilmkan oleh beberapa turis asing.. Apakah Bli Gung tidak
malu pada keluarga Puri sebagai putra terbesar dan yang sepentasnya bertanggung
jawab terhadap jalannya upacara? (sembari memeluk Gung Gde Lila)
Gung Gde Lila : Aku bukan anaknya lagi Lastri!! (sembari berdiri dan masuk ke kamar)
Sulastri : (sembari bersimpuh dan
menangis tersedu-sedu) Blii Guunggg jangan begitu Bli Gung Gde.. Jangan….
Matahari sudah condong ke arah barat. Sebentar lagi arakan
wadah mayat ayahnya akan lewat pintu rumahnya. Dan sepanjang jalan dari Puri
menuju ke kuburan akan penuh sesak oleh orang-orang yang akan menonton
pembakaran.. Dengan tiba-tiba ia merasa
seperti di buru oleh suara-suara sorak-sorai para pengusung bade yang
gegap gempita. Gung Gde Lila merenung di beranda depan. Matanya kosong menatap
langit, dan ketika bunyi kentongan dipukul di Bale Banjar, dadanya berdetak
bahwa sebentar lagi anggota banjarnya akan ikut serta dalam upacara. Namun
kenapa ia sendiri tidak?
Babak 11
Latar : Ruang
Keluarga Rumah Gung Gde Lila
Tokoh : Gung Gde Lila
Sulastri
Anak Gung Gde Lila
Ketika kentongan dipukul untuk kedua kalinya, istrinya
kembali memohon dengan mata basah dan suara yang serak..
Sulastri :
Bli Gung marilah kita pulang.. Kita malu pada tetangga..
Gung De Lila:
Kalau kau mau pulang.. Pulanglah sendiri!!! (sembari membentak)
Sulastri :
Ya!! Saya akan ke Puri (sembari pergi menuju kori)
Dengan dada panas Gung Gde Lila memandang kepergian istrinya
di balik kori, serta panggilan anaknya yang baru bisa mengucapkan kata
“papa” tidak di balasnya. Ia hanya sanggup memejamkan matanya ketika arakan
lewat di depan rumahnya serta suara para pengusung yang gegap gempita itu
semakin riuh juga sampai akhirnya menghilang di kejauhan. Sesuatu telah
menggetarkan jantungnya..
TAMAT
Ida Ayu Putu Novinasari