Selasa, 15 Oktober 2013

Beragam Manfaat Mangrove yang Di(Ter)Lupakan

Ilustrasi Mangrove
Apa itu hutan mangrove? Hutan mangrove adalah suatu tipe hutan yang tumbuh di daerah pasang surut yang tergenang pasang, bebas dari genangan pada saat surut, dan komunitas tumbuhannya tidak akan tercemar oleh garam. Ekosistem mangrove adalah suatu sistem yang terdiri atas lingkungan biotik dan abiotik yang saling berinteraksi di dalam suatu habitat mangrove. Lingkungan biotik didefiniskan sebagai salah satu jenis lingkungan yang dihuni oleh makhluk hidup yang beraneka ragam di antaranya adalah manusia, hewan dan tumbuhan; sementara lingkungin abiotik dihuni oleh benda mati yang terbagi menjadi 2 jenis, yaitu benda mati yang bisa dimanfaatkan dan benda mati yang tidak bisa dimanfaatkan.
Mangrove berperan penting dalam perangkapan endapan dan perlindungan terhadap erosi pantai. Mangrove bukan sekadar tumbuhan biasa yang hidup di tempat-tempat pelumpuran tanah dan akumulasi bahan organik, sebenarnya tumbuhan ini sangat penting dalam pengelolaan sumber daya di sebagian besar wilayah di Indonesia. Selain itu, mangrove juga mempunyai fungsi terpenting bagi daerah pantai, yaitu sebagai penyambung daratan dan memiliki fungsi ekologis, serta ekonomis yang sangat penting bagi manusia.
Hutan mangrove berfungsi sebagai pelindung daratan dari gempuran gelombang, tsunami, angin topan, perembesan air laut dan gaya-gaya dari laut lainnya. Secara umum, hutan mangrove mempunyai tiga fungsi utama bagi kelestarian sumber daya, yakni: (1) fungsi fisik, hutan mangrove secara fisik menjaga dan menstabilkan garis pantai serta tepian sungai, pelindung terhadap hempasan gelombang dan arus, mempercepat pembentukan lahan baru serta melindungi pantai dari erosi laut atau abrasi; (2) fungsi kimia, sebagai tempat terjadinya proses daur ulang yang menghasilkan oksigen, penyerap karbondioksida, dan sebagainya; (3) fungsi biologis, mangrove sebagai tempat asuhan (nursery ground), tempat mencari makanan (feeding ground), tempat berkembang biak (spawning ground), sebagai penghasil serasah atau zat hara yang memiliki produktivitas yang tinggi, dan habitat berbagai satwa liar antara lain, reptilia, mamalia, hurting dan lain-lain; (4) fungsi ekonomi, yakni kawasan hutan mangrove berpotensi sebagai tempat rekreasi (ecotourism) dan penghasil devisa dengan produk bahan baku industri.  Fungsi-fungsi tersebut di atas sering tidak tampak atau tidak banyak orang yang tahu. Sementara itu, secara khusus hutan mangrove juga berguna sebagai perangkap zat-zat pencemar dan limbah, mempercepat perluasan lahan, mengolah limbah organik, dan sebagainya.
Apabila ingin melihat potret ekosistem yang beragam, maka lihatlah mangrove. Mangrove dapat dikatakan sebagai miniatur ekosistem yang memiliki keanekaragaman hayati di dalamnya. Sebenarnya, hutan mangrove mempunyai banyak manfaat yang dapat mendukung kelangsungan kehidupan manusia jika manusia melakukan pengamatan dan memiliki pemahaman dengan baik. Namun, segudang manfaat itu seolah-olah dilupakan karena manusia selalu merasa belum puas, dan ingin mendapatkan lebih banyak keuntungan, sehingga menggunakan segala upaya untuk memperoleh keuntungan yang besar walaupun harus “menumbalkan” ekosistem hutan mangrove itu sendiri dengan merusaknya. Sebagian besar hutan mangrove di Indonesia rusak karena ulah manusia, ada yang mengonversi mangrove menjadi pemukiman, industri, rekreasi, tambak, dan sebagainya
Pengalihan fungsi lahan hutan mangrove kini semakin marak terjadi. Salah satu contoh pengalihan fungsi lahan hutan mangrove menjadi tambak masyarakat dan dikonversi kembali menjadi lahan kelapa sawit yang terjadi di daerah Sumatera Utara. Kasus pengalihan fungsi lahan hutan mangrove tidak hanya terjadi di Sumatera Utara, melainkan di beberapa daerah termasuk DKI Jakarta, dan Tahura di Ngurah Rai Bali yang juga digunakan untuk kepentingan tambak. Akibat yang dilahirkan adalah terganggunya peranan fungsi kawasan mangrove sebagai habitat biota laut, perlindungan wilayah pesisir, dan terputusnya mata rantai makanan bagi biota seperti burung, reptil, dan berbagai kehidupan lainnya.
Hal tersebut terjadi karena beberapa sebab, antara lain: (1) krisis ekonomi yang melahirkan tekanan penduduk untuk memenuhi kebutuhan ekonomi yang tinggi sehingga permintaan konversi mangrove juga semakin tinggi. Penduduk lebih mementingkan kebutuhan pribadi daripada keseimbangan ekologis dan keberlangsungan alam; (2) pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab yang meminta untuk mengkonversi lahan mangrove. Setelah dikonversi, lahan tersebut malah dibiarkan. Di pikiran pihak-pihak tersebut hanya uang, uang, dan uang. Mereka lebih paham bahwa manfaat dengan dikonversinya hutan mangrove menjadi tambak dan lahan kelapa sawit akan lebih menguntungkan, padahal jika ditinjau secara keuntungan jangka panjang hutan mangrove akan lebih bermanfaat; (3) perencanaan dan pengelolaan sumber daya pesisir di masa lalu bersifat sangat sektoral. Hal inilah yang akan mengakibatkan terjadinya perusakan hutan mangrove skala berat yang dapat  berdampak pada masa yang akan datang. (4) rendahnya kesadaran dan pemahaman masyarakat tentang konversi dan fungsi ekosistem mangrove. Masyarakat seakan “masa bodo” dan menganggap kelestarian mangrove sebagai hal yang tidak penting dan tidak menjanjikan keuntungan bersifat materi. Padahal mangrove sangat memiliki manfaat tidak hanya dari segi ekonomis, jauh lebih dalam adalah manfaat bagi kelangsungan hidup seluruh makhluk hidup (tidak hanya manusia; (5) hutan rawa dalam lingkungan yang asin dan anaerob di daerah pesisir selalu dianggap daerah yang yang marginal atau sama sekali tidak cocok untuk pertanian dan akuakultur. Namun karena kebutuhan lahan pertanian dan perikanan yang semakin meningkat, maka hutan mangrove dianggap sebagai lahan alternatif.
Reklamasi telah memusnahkan ekosistem mangrove secara kejam dan mengakibatkan efek-efek yang negatif terhadap perikanan di perairan pantai sekitarnya. Dampak ekologis yang ditimbulkan dari berkurangnya dan kerusakan ekosistem mangrove adalah hilangnya berbagai spesies flora dan fauna yang berasosiasi dengan ekosistem mangrove, yang dalam jangka panjang akan mengganggu keseimbangan ekosistem mangrove khususnya, dan ekosistem pesisir umumnya. Selain itu, menurunnya kualitas dan kuantitas hutan mangrove telah mengakibatkan dampak yang sangat mengkhawatirkan, seperti abrasi yang selalu meningkat, penurunan tangkapan perikanan pantai, intrusi air laut yang semakin jauh ke arah darat, malaria dan lainnya. Akibat-akibat ini seolah-olah tidak dipedulikan oleh oknum-oknum perusak lingkungan dan pecinta reklamasi, padahal akibat-akibat ini sangat mengancam kehidupan makhluk hidup.
Sebuah pertanyaan menggelitik mengemuka. Lantas apakah uang lebih berharga daripada akibat-akibat yang ditimbulkan dari tindak “pelecehan lingkungan” yang dilakukan pada hutan mangrove? Jika ada yang mengatakan uang lebih berharga daripada kelestarian hutan mangrove dan ekosistemnya, maka sudah dipastikan mata hatinya telah disilaukan dengan gelimangan materi. Padahal hal itu salah besar. Bukan keuntungan jangka pendek yang seharusnya diharapkan (dalam hal ini uang), tetapi keuntungan jangka panjanglah yang lebih bermanfaat bagi kehidupan manusia dan keseimbangan alam. Gunakanlah produk yang ramah lingkungan agar polusi air berkurang, tidak merusak hutan mangrove dengan cara menanam pohon mangrove, berhenti melakukan “pelecehan lingkungan” hanya untuk mendapatkan keuntungan materi, serta mengadakan penyuluhan kepada masyarakat agar mengetahui pentingnya mangrove bagi kehidupan.